Google
 

Monday, April 2, 2007

Marlin, Idaman Pemancing


Sinar Harapan, 4 April 2002
Oleh Wartawan SH
GATOT IRAWAN


PELABUHAN RATU - Ada hajatan besar pada tanggal 18-21 April lalu. Kegiatan ini jadi kebanggaaan warga setempat karena menjadi arena Turnamen Mancing Ke-5 memperebutkan Piala Presiden RI. Hadiahnya tak seberapa, tapi yang kumpul dan yang jadi peserta adalah adalah para pengusaha besar dan anggota MPR. Jumlahnya sekitar 80 orang (23 tim). Tujuh belas orang di antaranya adalah peserta asing berasal dari Amerika Serikat, Belanda, Australia, Malaysia, dan Korea.

”Walau event nasional, namun pesertanya beragam bangsa,” ujar Dadi Kartahadimadja, Sekjen Federasi Olahraga Mancing Seluruh Indonesia (Formasi). Kegiatan ini tiap tahun menjadi agenda tetap dan diadakan di Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi. Menurutnya, turnamen ini adalah ‘”Game Fishing Tournament” yakni boleh mancing semua jenis ikan billfish (berparuh) antara lain yang top adalah marlin, juga jenis lainnya kecuali hiu dan pari. Tapi bobot minimum yang sah ditimbang adalah 10 kilogram. Kenapa hiu dan pari tak diperbolehkan dipancing, sebab jenis ini ikan pembersih. Senang makan segala sesuatu, termasuk sampah plastik Karena keberadaannya membantu secara tak langsung kebersihan lingkungan maka keduanya diharamkan untuk dipancing.

Jangan harap melihat mereka mancing dengan kapal laut yang melego jangkar. Ini, lanjut Dadi, tidak boleh. Sebab tata cara yang dipakai adalah sistem trolling, yakni pancing ditarik kapal dengan kecepatan tertentu, tanpa melego jangkar. Istilah lokal adalah ngoncer. Angka terbesar jika pemancing berhasil mendapat marlin, ikan dambaan pemancing seluruh dunia yakni 500 poin. Khusus untuk marlin, peserta tak boleh membawa pulang. Sebab yang diterapkan adalag ‘tag and release.’ Jika marlin terpancing, dia hanya diberi label dengan memakai tombak yang ujungnya ada record yang akan tertinggal di tubuhnya.

Ada isian yang kemudian dilaporkan ke International Billfish Foundation di Amerika Serikat. Di situ dicatat bobot, panjang, lokasi pancing, nama kapten dan kapal dan pemancing. Oleh yayasan itu dijadikan data base untuk mengetahui pola migrasi dan jumlah marlin. Sedang jika mendapat ikan layaran adalah 300. Nilai kelas kenur, menurut Dadi, hanya berlaku untuk semua jenis ikan lain dengan bobot minimum 10 kg.

Penghitungan nilai berdasarkan kelas kenur yakni besarnya tali pancing yang digunakan, di mana lebih kecil dan menangkap ikan besar akan bernilai lebih baik. Ini yang dipakai untuk dikalikan berat ikan. Tapi jika ada yang berhasil mengangkat marlin di atas 200 kg, bakal bergelimang uang. Sebab dia akan mendapat hadiah jackpot sebesar Rp 200 juta. Ini mirip hole in one dalam olahraga golf. Sedangkan layaran di atas 53 kg boleh diangkat untuk ditimbang tapi tak dapat nilai, namun berhak mengklaim rekor nusantara.

Jalannya Lomba

”Strike!” teriak Harry ketika reel (tabung gulungan tali pancing) berbunyi. Kapten kapal ”Thunder Bird” otomatis menambah kecepatannya agar mata kail lebih tertancap di mulut ikan. Sayangnya ketika tali mulai digulung, betotan-nya hilang. Strike adalah istilah dalam memancing bahwa umpan dimakan ikan. ”Huuh,” terdengar nada kesal Harry. Lepaslah ikan besar itu. ”Ini ikan besar yang makan tadi. Tanda-tanda bahwa yang menarik umpan itu ikan gede adalah ketika pancing digulung, bagian ujung kenur di dekat kail, permukaannya seperti bekas dikikir,” tambah Harry, sembari memperlihatkan pada seluruh kru. ”Ini yang makan tadi pasti marlin,” tegas Didi Suwandi, yakin. Sebab marlin adalah ikan bermoncong yang bergerigi.

Mungkin, lanjut suami dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Rini Suwandi itu, marlin tadi kurang pas menggigitnya dan belum sempat ditelan. Dugaan Didi, marlin itu setelah tahu bahwa yang dimakan bukan cumi tapi mainan, maka dia berusaha melepasnya. Semangat anggota tim seperti terpompa kembali. Kapal diarahkan lebih ke tengah samudera lagi. Barangkali di sana marlin lain tengah menanti. Kapal dengan kecepatan konstan 10 knot berkeliling-keliling tak jauh dari lokasi terlepasnya marlin, persisnya di sekitar Ujung Genteng, Pelabuhan Ratu.

Bukan Jaminan

Hari pertama penantian ‘Thunder Bird’ terbayar ketika pancingnya ditarik ikan. Langsung para kru sibuk setengah mati. Pancing-pancing yang tak dimakan segera digulung agar tidak beradu dengan pancing yang sedang dimakan ikan itu. Ari Sumarno, segera saja mengambil alih joran yang tampaknya menegang itu. Sementara Didi hanya menyaksikan, gerangan ikan apa yang makan pancing itu.

Setelah joran dipindah ke fishing belt (sabuk di mana di bagian depan terdapat tempat kedudukan joran untuk memudahkan pemancing menggulung tali), Ari tampak kecewa. Ternyata ikan yang terpancing itu tanpa perlawanan sama sekali. ”Wah ini sih kecil. Paling-paling wahoo (sejenis tenggiri),” ujarnya. Ternyata memang kecil dan beratnya sekitar 6 kg dan ini oleh mereka tak dilaporkan ke base camp di lantai atas Samudera Beach Hotel. ”Malu dong. Peralatan kita kan untuk mancing ikan marlin,” ujar Didi, tersenyum.

Momen yang paling berharga untuk diabadikan adalah ketika pemancing berhasil mengangkat marlin. Maka pilihan di hari kedua SH ikut ‘Andini,’ kapal terbesar yang paling mantap. Siapa tahu kelengkapannya bakal menunjang perolehan. Harapannya begitu. Dan, ternyata memang benar. Di kapal ini yang anggotanya timnya hanya Cepot, mantan pereli nasional, dan Adi Warsita, tokoh pengusaha hutan dan anggota MPR, lengkap banget.

Ada colour echo sounder, perangkat untuk mengetahui kedalaman dan keberadaan ikan. Dengan alat ini tim bisa membaca ikan yang banyak ada di mana, lewat lambang warna-warna tertentu. Tapi kelengkapan sebuah kapal tak ada hubungannya dengan perolehannya. Buktinya sejak jam 6 pagi hingga jam 16.00 biarpun sedikit pancing tim Andini tak disentuh ikan. Yang semula berharap bakal mendapat foto marlin, pupus sudah. Apa boleh buat, tapi masih ada hari esok.

Juara

Sayangnya di hari ketiga pilihan tak jatuh di kapal Andini lagi, tapi di Sea Hawk, milik Frans Van Druten, tokoh mancing yang juga Ketua Harian Formasi. Ada alasan mengapa pilihan jatuh pada sport fishing yacht milik pengusaha berdarah indo ini. Tim Petrohan itu sering memperoleh hasil. Bahkan masih di tahun ini, Karel Adam (16), putranya Frans berhasil mengangkat marlin seberat 150 kg dan memegang rekor junior nusantara.

Namun sekali lagi justru di sini sekali lagi terbukti bahwa kelengkapan bukan jaminan bakal mendapat ikan. Faktor luck juga menentukan. Seharian menunggu sampai bosan, biar sedikitpun kail tak disentuh ikan. Justru yang beruntung adalah tim Andini. Dari radio terdengar teriakan Cepot bahwa dia strike dan ternyata yang makan adalah marlin hitam, jenis marlin yang banyak terdapat di kawasan ini.

Sorenya di dermaga, Andini tiba, selain bendera Merah Putih berkibar, juga ada bendera bergambar marlin. Cepot berdiri di anjungan bersama Adi Warsita.

Tepuk tangan penonton dan peserta lain yang sudah lama menanti bersahut-sahutan. Apalagi ketika Adi memperlihatkan hasil jepretannya lewat digital. ”Selamat ya, Anda sah sebagai pemenang,” ujar Dadi. ***

No comments:

Shared Item